Kamis, Desember 30, 2010

Teluk Ambon Di Waktu Senja

Kawan-kawan kompasianer yang belum pernah ke Ambon, sejenak mari kita mengenali keindahan alam Kepulauan Maluku, dan khususnya pulau Ambon. Meskipun sudah banyak penulisan ttg wisata kepulauan Maluku , tapi kami sebagai orang Ambon tidak bosan-bosannya mengenalkan Maluku, karena masih banyak yang blm mengenal lebih dekat Ambon-Maluku . Ambon adalah kota dengan gugusan pulau yang memberikan karakteristik khas karena sebagian besar wilayahnya terdiri dari perbukitan, pesisir pantai, dan kelautan. Karakteristik ini memberikan peluang adanya banyak potensi alam yang dapat dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata pantai, wisata bahari termasuk potensi wisata bawah laut, karena daerah dengan luas wilayah lautnya besar tentu menyimpan beribu-ribu kekayaan alam.

Selain memiliki karakteristik wisata pantai yang menampakkan ciri khas Ambon sebagai kota kepulauan, juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang cukup tinggi. Wujud warisan sejarah dan budaya fisik yang sampai saat ini dapat dilihat antaranya yaitu gedung-gedung ibadah, tempat-tempat pemakaman, rumah-rumah raja, bentuk-bentuk patung yang terkait dengan kepercayaan dan kepahlawanan, monument perjuangan dan benteng-benteng.

Daya tarik wisata yang dimiliki Kota Ambon hampir sebagian besar di dominasi oleh wisata pantai, hal ini tidak luput dari kondisi fisik Kota Ambon yang sebagian besar di kelilingi oleh perairan dan teluk, seperti Laut Banda, Teluk Ambon, Teluk Dalam dan Teluk Baguala. Dengan adanya potensi perairan dan teluk serta di tunjang dengan kondisi alam yang menawarkan keindahan alam, tentunya Kota Ambon ini mempunyai potensi besar untuk dikemkembang kan dalam sektor pariwisata. Beberapa lokasi yang memiliki potensi wisata (alami dan buatan) yang kini dijadikan sebagai Objek Wisata di Ambon adalah : Museum Siwa Lima, Commonwealth War Cemetery, Monumen Pattimura, Martha Christina Tiahahu, Puncak Gunung Sirimau, Pantai Natsepa, Pantai Hunimua, Kolam Waiselaka, P.Pombo, Pantai Namalatu dll masih banyak lagi.

Untuk datang ke Ambon tidak susah, dari Jakarta dengan Batavia atau lion langsung Ambon dg waktu 3 jam 15 mnit, ada juga yang singgah Makasar atau Surabaya,(lion,sriwijaya dan Batavia) dan mulai 3 Juni Garuda juga akan masuk ambon dlm rangka menyukseskan Sail Banda 2010.
Ambon menjadi tuan rumah Sail Banda 2010, even bahari terbesar di Indonesia dan berkelas internasional.
Sebagian besar kegiatan Sail Banda akan digelar di Kota Ambon. Misalnya olahraga perairan, seminar-seminar internasional, tempat berkumpulnya pemuda seluruh Indonesia yang dikenal dengan pemuda Nusantara.Sementara di Banda, hanya digelar beberapa kegiatan saja seperti lomba perahu layar. Namun, perahu layar itu juga akan menyinggahi Kota Ambon.Selain itu, juga akan digelar operasi Suraya Bhaskara Jaya yang akan diikuti personil TNI Angkatan Laut (AL), Royal Singapore Navy (RSN), Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM), United States Navy (USN) dan Royal Navy Inggris

Oleh-Oleh (Makanan Ringan) Khas Ambon


Pernah nyobain makanan khas Maluku? Nah, ini dia kue kering khas Maluku. Di Pasar Mardika di kota Ambon, berjejer toko-toko penjual kue-kue kering khas Maluku.
Pilihan kuenya cukup banyak. Sebagian besar kue itu, saat digigit akan kletak-kletuk, kres!
Ya, kue khas Maluku memang agak keras karena dibuat dari tepung sagu. Contohnya, kue bagea dan serut.
Bagea biasanya berbentuk agak bulat. Warnanya krem pucat. Pertama kali menggigitnya, terasa berat. Kletak!

Begitu juga dengan kue serut yang berwarna coklat dan lonjong. Kue serut rasanya manis dan mirip kue bangket jahe di Jawa.
Selain tepung sagu, kenari juga banyak dijadikan kue. Misalnya, roti kenari. Bentuknya roti kering manis yang ditaburi kenari di atasnya.
Lalu, ada makron. Bentuknya mirip kue kering cokelat chips. Kedua kue ini rasanya tidak sekeras bagea dan serut. Namun, tetap kres, kres.
Mau coba cemilan lain? Ada sagu tuni, halua kenari, dodol durian, kacang kenari, dan sebagainya.
Kalau makanan berat Maluku, justru sebaliknya. Terasa ringan alias empuuuk… Terutama, makanan pokoknya. Ada papeda, kasbi, dan patatas.
Sayangnya, warung atau restoran yang menjual makanan itu tidak banyak. Jadi, jika tidak ada di kota Ambon, mampir saja ke desa lain. Misalnya, ke Tulehu.
Papeda yang seperti lem sangat kental. Rasanya tawar. Cara makannya bisa diseruput atau bisa juga dengan sendok. Sebelum diseruput, diberi kuah dulu. Paling cocok dengan kuah kuning.

Kalau patatas itu ubi, kasbi itu singkong. Keduanya direbus. Lalu, disantap bersama gudangan atau urap. Lauknya aneka ikan, seperti ikan kuah kuning dan ikan mata bulan.
Belum pernah makan ikan dan sayur pakai ubi dan singkong? Makanya, wajib coba!
Jangan lupa pesan colo-colo, sambal khas Maluku. Inilah yang bikin tambah lezat.
Sambal ini campuran irisan bawang merah, cabe rawit, tomat, dan perasan jeruk lemon atau jeruk nipis. Wiii… rasanya segar, asam, pedas!
Gimana, tertarik enggak mencicipi sensasi kuliner Maluku yang kletak-kletuk, kres?

Kuliner Khas Maluku


IKAN BAKAR, merupakan salah satu menu andalan tempat ini. Ikan yang digunakan adalah ikan lalosi yang memang banyak ditemukan di perairan Pulau Ambon. Diberi bumbu sedikit pedas, disajikan dengan sambal colo-colo, sambal yang mempunyai cita rasa asam yang kuat yang dihasilkan dari jeruk cina. Ada juga pilihan sambal terasi dan sambal petis yang sebenarnya bumbu dari otak-otak. Harga: Rp. 25.000/ekor

SOP IKAN, ini nih yang t-o-p b-g-t. Aroma kuah yang asam-asam segar berpadu dengan gurihnya daging ikan bobara menjadi favorit kami. Harumnya daun kemangi menambah rangsangan pada indera pengecap kita. Wajib dicoba. Harga: Rp. 60.000/kg

CHA BUNGA PEPAYA, menu yang ini tentunya sulit didapat di tempat lain. Bunga pepaya ternyata bisa diolah menjadi makanan pendamping yang lezat. Tapi buat yang tidak suka rasa pahit mungkin agak menghindari menu ini, rasa pahit seperti paria memang masih lekat pada menu ini. Tapi buat ibu-ibu mungkin menu ini yang paling dicari. Harga: Rp. 20.000/porsi.

TEMPE & TAHU PENYET, tidak terbayang sebelumnya bahwa yang akan hadir dimeja adalah sepiring tempe dan tahu dengan “taburan” sambal merah di atasnya. Pedasnya nendang. Dan menu ini yang paling cepat datangnya di banding yang lain hehehe, jadi dalam waktu sekejap piring-piringnya bisa langsung bersih karena emang sudah kelaparan dari pesawat. Harga: Rp. 10.000/porsi (isi 4 potong)
Makanan di rumah makan ini overall tidak mengecewakan walau juga tidak terlalu special. Masalah selera sih, karena beberapa rekan saya justru sangat terkesan dengan cita rasa makanan yang tersaji di rumah makan ini. Selamat mencoba….

Sejarah Maluku


Maluku merupakan salah satu propinsi tertua dalam sejarah Indonesia merdeka, dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Secara historis kepulauan Maluku terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai pulau-pulau tersebut. Oleh karena itu, diberi nama Maluku yang berasal dari kata Al Mulk yang berarti Tanah Raja-Raja. Daerah ini dinyatakan sebagai propinsi bersama tujuh daerah lainnya ? Kalimantan, Sunda Kecil, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera ? hanya dua hari setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun secara resmi pembentukan Maluku sebagai propinsi daerah tingkat I RI baru terjadi 12 tahun kemudian, berdasarkan Undang Undang Darurat Nomor 22 tahun 1957 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1958.

Lintasan Sejarah
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, Kepulauan Maluku memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan tidak dapat dilepaskan dari sejarah Indonesia secara keseluruhan. Kawasan kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah ini sudah dikenal di dunia internasional sejak dahulu kala. Pada awal abad ke-7 pelaut-pelaut dari daratan Cina, khususnya pada zaman Dinasti Tang, kerap mengunjungi Maluku untuk mencari rempah-rempah. Namun mereka sengaja merahasiakannya untuk mencegah datangnya bangsa-bangsa lain kedaerah ini.
Pada abad ke-9 pedagang Arab berhasil menemukan Maluku setelah mengarungi Samudra Hindia. Para pedagang ini kemudian menguasai pasar Eropa melalui kota-kota pelabuhan seperti Konstatinopel. Abad ke-14 adalah merupakan masa perdagangan rempah-rempah Timur Tengah yang membawa agama Islam masuk ke Kepulauan Maluku melalui pelabuhan-pelabuhan Aceh, Malaka, dan Gresik, antara 1300 sampai 1400.
Pada abad ke-12 wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi Kepulauan Maluku. Pada awal abad ke-14 Kerajaan Majapahit menguasai seluruh wilayah laut Asia Tenggara. Pada waktu itu para pedagang dari Jawa memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Dimasa Dinas Ming (1368 ? 1643) rempah-rempah dari Maluku diperkenalkan dalam berbagai karya seni dan sejarah. Dalam sebuah lukisan karya W.P. Groeneveldt yang berjudul Gunung Dupa, Maluku digambarkan sebagai wilayah bergunung-gunung yang hijau dan dipenuhi pohon cengkih ? sebuah oase ditengah laut sebelah tenggara. Marco Polo juga menggambarkan perdagangan cengkih di Maluku dalam kunjungannya di Sumatra.

Era Portugis
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d’Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat – seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Era Belanda
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
Pada permulaan tahun 1800 Inggris mulai menyerang dan menguasai wilayah-wilayah kekuasaan Belanda seperti di Ternate dan Banda. Dan, pada tahun 1810 Inggris menguasai Maluku dengan menempatkan seorang resimen jendral bernama Bryant Martin. Namun sesuai konvensi London tahun 1814 yang memutuskan Inggris harus menyerahkan kembali seluruh jajahan Belanda kepada pemerintah Belanda, maka mulai tahun 1817 Belanda mengatur kembali kekuasaannya di Maluku.

Pahlawan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura, seorang bekas sersan mayor tentara Inggris.
Pada tanggal 15 Mei 1817 serangan dilancarkan terhadap benteng Belanda ”Duurstede” di pulau Saparua. Residen van den Berg terbunuh. Pattimura dalam perlawanan ini dibantu oleh teman-temannya ; Philip Latumahina, Anthony Ribok, dan Said Perintah.
Berita kemenangan pertama ini membangkitkan semangat perlawanan rakyat di seluruh Maluku. Paulus Tiahahu dan putrinya Christina Martha Tiahahu berjuang di Pulau Nusalaut, dan Kapitan Ulupaha di Ambon.
Tetapi Perlawanan rakyat ini akhirnya dengan penuh tipu muslihat dan kelicikan dapat ditumpas kekuasaan Belanda. Pattimura dan teman-temannya pada tanggal 16 Desember 1817 dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan, di Fort Niew Victoria, Ambon. Sedangkan Christina Martha Tiahahu meninggal di atas kapal dalam pelayaran pembuangannya ke pulau Jawa dan jasadnya dilepaskan ke laut Banda.
Era Perang Dunia Ke Dua
Pecahnya Perang Pasifik tanggal 7 Desember 1941 sebagai bagian dari Perang Dunia II mencatat era baru dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Gubernur Jendral Belanda A.W.L. Tjarda van Starkenborgh , melalui radio, menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda dalam keadaan perang dengan Jepang.
Tentara Jepang tidak banyak kesulitan merebut kepulauan di Indonesia. Di Kepulauan Maluku, pasukan Jepang masuk dari utara melalui pulau Morotai dan dari timur melalui pulau Misool. Dalam waktu singkat seluruh Kepulauan Maluku dapat dikuasai Jepang. Perlu dicatat bahwa dalam Perang Dunia II, tentara Australia sempat bertempur melawan tentara Jepang di desa Tawiri. Dan, untuk memperingatinya dibangun monumen Australia di desa Tawiri (tidak jauh dari Bandara Pattimura).
Dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Maluku dinyatakan sebagai salah satu propinsi Republik Indonesia. Namun pembentukan dan kedudukan Propinsi Maluku saat itu terpaksa dilakukan di Jakarta, sebab segera setelah Jepang menyerah, Belanda (NICA) langsung memasuki Maluku dan menghidupkan kembali sistem pemerintahan colonial di Maluku. Belanda terus berusaha menguasai daerah yang kaya dengan rempah-rempahnya ini ? bahkan hingga setelah keluarnya pengakuan kedaulatan pada tahun 1949 dengan mensponsori terbentuknya Republik Maluku Selatan? (RMS).

Kota Ambon

Kota Ambon yang memiliki nama Internasional Amboina adalah ibu kota provinsi Maluku, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 377 km² dan berpenduduk sebanyak 206.210 jiwa (2000). Berdiri antara tahun 1500-an setelah kedatangan bangsa Portugis.

Kota Ambon yang dipimpin oleh walikota Markus Jacob Papilaja dibagi atas 5 kecamatan, yaitu:
* Kecamatan Nusaniwe
* Kecamatan Sirimau
* Kecamatan Leitimur Selatan
* Kecamatan Baguala
* Kecamatan Teluk Ambon
Suku Bangsa
Terdapat banyak suku dan ras yang mendiami kota ini. Diantaranya adalah Arab, Buton (yang telah menetap hingga 5 generasi), Tionghoa yang pada mulanya datang untuk berdagang. Disamping itu terdapat pula Suku Minahasa, Jawa dan sebagian besar adalah Suku Alifuru yang merupakan penduduk asli Maluku. Dahulu kala, kota Ambon termasyur hingga keseluruh dunia dan menjadikan kota ini sebagai tempat tujuan bagi berbagai Kerajaan Eropa yang sedang melakukan eksplorasi. Tidak mengherankan bila banyak penduduk Ambon yang memiliki raut wajah yang mirip seperti orang Eropa dan Arab (sebagai akibat dari perkawinan campur para pendahulu mereka dimasa lalu) disamping denominasi dari ras Melanesia yang merupakan ras asli penduduk Ambon.

Lokasi wisata & Peninggalan sejarah
* Patung Pattimura, di Lapangan Merdeka
* Patung Martha Christina Tiahahu, di Karang Panjang
* Tugu Dolan, di Kudamati
* Tugu Trikora, di Urimesing
* Taman Makam Pahlawan PD II-Australia, di Tantui
* Monumen Australia, di Laha
* Monumen Jepang, di Tawiri
* Patung Franciscus Xaverius, di Batumeja
* Fort Victoria, di Belakang Kota
* Monumen Rumphius, di Batu Meja
* Museum Siwalima, di Taman Makmur
* Pantai Namalatu, di Latuhalat
* Pantai Natsepa Indah, di Natsepa
* Pantai Santai, di Latuhalat
* Tanjung, di Tanjung Nusaniwe
* Pintu Kota, di Airlow
* Pantai Desa Hukurila
* Tempayang, di Soya
* Gong Perdamaian Dunia
* Goa Batu Lobang, di Ds. Amahusu
* Bunker/Terowongan bawah tanah V.O.C., di Benteng Atas
* Puing kapal pengangkut Barang peninggalan Belanda/Portugis, di dasar perairan laut Waiyame
Berdasarkan fakta sejarah dan hasil kajian yang dilakukan para ahli dan Universitas Pattimura, cikal bakal lahirnya Kota Ambon dimulai dari Benteng/Kasteel Nieuw Victoria, yang terletak di depan Lapangan Merdeka, bekas Markas Yonif Linud 733/Masariku kini markas Detasemen Kavaleri. Pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis (oleh Sancho Vanconcelos) di Pantai Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Selanjutnya, setelah Belanda berhasil menguasai Kepulauan Maluku dan Ambon khususnya dari kekuasaan Portugis, benteng tersebut lantas menjadi pusat pemerintahan beberapa Gubernur Jenderal Belanda sekaligus mengontrol jalur perdagangan melalui badan perdagangannya VOC dan benteng itu diubah namanya menjadi Nieuw Victoria yang dikenal sampai saat ini. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut kemudian dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan sebagainya. Kelompok-kelompok masyarakat inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Ambon. Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok masyarakat tersebut telah berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur. Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Hingga tahun 2009, kota Ambon telah genap berusia 433 tahun (4 abad).

Letak Dan Batas Wilayah
Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon, dan secara geografis terletak pada posisi: 3o-4o Lintang Selatan dan 128o-129o Bujur Timur, dimana secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah.
Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut:
* Sebelah Utara dengan:
Petuanan Desa Hitu, Hila, Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (To the North by the territory of Hitu, Hila and Kaitetu Villages, District of Leihitu, Regency of Central Moluccas)
* Sebelah Selatan dengan:
Laut Banda (To the South by Banda Sea)
* Sebelah Timur dengan:
Petuanan Desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (To the east by the territory of Suli Village, District of Salahutu, Regency of Central Moluccas)
* Sebelah Barat dengan:
Petuanan Desa Hatu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (To the West by the territory of Hatu Village, District of Leihitu, regency of Central Moluccas)
Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena letak pulau Ambon di kelilinggi oleh laut. Oleh karena itu iklim di sini sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, disusul oleh masa pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.

Tips ke Pantai Natsepa


  • Hotel sangat terbatas, terutama yang dekat pantai. Tapi, kalau sekadar pondok penginapan ada di sekitar lokasi. Untuk hotel berbintang setidaknya ada tiga yang layak dipertimbangkan yakni Hotel Amans, Aston Natsepa dan Swiss Belhotel. Yang paling dekat pantai adalah Hotel Aston Natsepa.
  • Pengunjung bisa memesan permainan kepada pengelola pantai. Contohnya, permainan bambu gila. Permainan khas Maluku ini terkait dengan kekuatan suprantural yang bisa membuat bambu menjadi berat bagi pembawanya.
  •  Jangan berenang terlalu ke tengah saat musim angin barat atau hujan. Pada musim ini, ombaknya cukup besar.
  • Bawa perlengkapan seperlunya, terutama kamera untuk mengabadikan keindahan pantai-pantai di Ambon yang tiada duanya. 
  •  Dari Kota Ambon menuju Pantai Natsepa melalui jalan darat sekitar 30menit melalui daerah Batu Merah, Tantui, Kapaha, Galala, Halong, Lata, Lateri, Passo, Waitatiri, dan Wayari. Kendaraan umum sudah tersedia dan ongkosnya cukup Rp3.500 dari Pasar Mardika.
  •  Selain Pantai Natsepa untuk menuju Pantai Hunimua atau Liang bisa dicapai dengan berkendara ke arah timur, melewati Tulehu dan Wai sekitar 30 menit.